RSS

Limnologi

11 Des

I. PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Limnologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal tentang perairan tawar. Limnologi mencakup pengetahuan tentang faktor-faktor abiotik (air dan tanah), biotik (semua organisme yang hidup di dalamnya), serta interaksi yang terjadi di dalamnya. Yang dimaksud perairan tawar dalam hal ini adalah suatu badan air yang ada di daratan, sungai atau bahkan estuari. Secara alami air tawar merupakan persenyawaan yang bersifat sebagai pelarut universal, dan di dalamnya selalu terdapat unsur-unsur terlarut serta senyawa lainnya (Cahyono, 2000).

Seperti habitat yang lain, habitat air tawar mempunyai faktor pembatas sebagai akibat tingkah laku sifat-sifat air tersebut. Tingkah laku sifat-sifat air pada suatu habitat air tawar di suatu daerah dengan daerah yang lain tidak sama. Biasanya mempunyai suatu ciri yang khusus baik ditinjau dari parameter fisika, kimia maupun biologinya. Parameter fisika meliputi debit air, suhu, kecerahan, kedalaman, dan kuat arus. Parameter kimia meliputi proses-proses kimiawi yaitu, kandungan oksigen terlarut, kandungan CO2 bebas, alkalinitas, pH dan kesadahan. Sedangkan untuk parameter biologinya yaitu produktivitas perairan yang sangat dipengaruhi oleh metabolisme, fotosintesis dan pelepasan zat-zat hara                (Ghufran dan Andi, 2005).

Kelompok 5 Limnologi mengambil judul “Aspek-Aspek Limnologi pada Kolam Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) di Perbenihan Ikan Air Tawar (PBIAT) Ambarawa” karena ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang banyak digemari oleh para penggemar ikan dan mempunyai nilai ekonomis penting, sehingga ikan ini banyak dibudidayakan. Walaupun ikan nila selama ini hanya diusahakan sebagai kegiatan sampingan, apabila produksinya dapat ditingkatkan tentunya akan meningkat pula hasil petani ikan.

 

1.2. Pendekatan Masalah

Kualitas air sangat penting, tidak hanya untuk ikan tetapi untuk semua kehidupan yang ada di dalam perairan. Disamping pengaruh kualitas air juga penting dipandang dari segi besarnya produksi perairan. Kualitas air mempunyai peranan yang berbeda dalam perikanan, dibandingkan dengan peranannya dalam budidaya. Pada peranan alami, kualitas air kehidupan masing-masing individu dalam suatu komunitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pembentukan struktur komunitas tersebut (Cahyono, 2000).

Menurut Lesmana (2001), karakteristik fisika dan kimia dari air sangat berpengaruh pada kehidupan akuatik. Karakteristik yang meliputi suhu, pH, kecerahan, kedalaman, debit air, kesadahan, alkalinitas, kandungan CO2, kandungan O2, dan produktivitas perairan merupakan faktor-faktor yang perlu dikaji serta diteliti lebih lanjut agar dapat diketahui nilai-nilai dari parameter tersebut. Manfaat mempelajari parameter-parameter di atas yaitu kita dapat mengetahui proses fisika, biologi dan kimia dalam ekosistem kolam yang kemudian dapat diambil kesimpulan tentang kondisi kolam tersebut, lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema pendekatan masalah berikut:

 

 

 

Kolam Ikan Nila

 

 

Input

 

 

 

 

 

 

 

BIOLOGI

 

Produktivitas  primer perairan

 

 

 

 

 

 

 

Proses

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Output

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keterangan:         Hubungan langsung

Hubungan tidak langsung

 

Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah

 

 

 

 

 

1.3. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum limnologi adalah :

  1. Untuk mengetahui parameter fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi suatu perairan, khususnya perairan air tawar, serta hubungannya dengan lingkungan sekitarnya yang terdapat di PBIAT Ambarawa;
  2. Untuk mengetahui manajemen kualitas air yang baik bagi kultivan yang dibudidayakan, yaitu pada kolam pemijahan ikan nila hitam; dan
  3. Mampu menganalisa data yang sudah didapat ke dalam suatu kesimpulan.

 

1.4. Manfaat Praktikum

Manfaat yang dapat diambil dari Praktikum Limnologi adalah sebagai berikut:

  1. Praktikan dapat mengetahui aspek-aspek limnologi yang mempengaruhi kualitas air pada suatu perairan;
  2. Praktikan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mata kuliah limnologi; dan
  3. Praktikan dapat mengetahui keterkaitan antara aspek-aspek parameter  limnologi dengan kondisi lingkungan perairan.

 

1.5. Waktu dan Tempat

Praktikum Limnologi ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 19 Oktober sampai dengan Rabu tanggal 20 Oktober 2010 bertempat di Satker Perbenihan Budidaya Ikan Air Tawar Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah.

II.  TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Parameter Kimia

Parameter kimia yang diamati pada praktikum Limnologi ini meliputi: oksigen terlarut, karbondioksida, alkalinitas, derajat keasaman (pH), dan kesadahan.

2.1.1.               Oksigen terlarut

Oksigen adalah suatu jenis zat terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrigen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya perairan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktifitas biota akan terhambat (Ghufran dan Andi, 2005).

Menurut Zonneveld, et al. (1991), kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dalam spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.

Biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya (makanan) untuk menghasilkan aktivitas, seperti berenang, pertumbuhan, reproduksi dan sebaliknya. Ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktivitasnya, koversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, dengan ketentuan faktor kondisi lainnya adalah optimum. Karena itu, kekurangan oksigen dalam air dapat mengganggu kehidupan biota air, termasuk kepesatan pertumbuhannya                                   (Ghufran dan Andi, 2005).

Ikan nila kurang tahan terhadap air yang keruh, karena mengandung tanah dan lumpur. Pemasukan dan pembuangan air harus selalu lancar sehingga O2 yang diperlukan selalu tersedia. Ikan nila akan tumbuh normal dan optimal pada perairan yang memenuhi persyaratan ideal sebagaimana perairan alami atau habitat aslinya. Sebagaimana organisme air, ikan nila memerlukan ketersediaan oksigen terlarut (DO) dalam air. Kandungan oksigen yang cukup untuk kehidupan ikan nila berkisar 2,4 – 6 ppm (Afrianto dan Liviawaty, 1998).

Faktor utama yang mempengaruhi kandungan oksigen dalam air adalah komunitas alga planktonik. Produksi oksigen meningkat pada siang hari karena adanya proses fotosintesis dan pada malam hari terjadi penurunan karena oksigen digunakan untuk respirasi. Terjadi super-saturasi oksigen di siang hari dan terjadi sub-saturasi di malam hari yang dapat mengakibatkan stres pada ikan Jika populasi alga meningkat. Kolam air yang produktif kisaran dissolved oxygen bisa mencapai 7 – 8ppm (Effendi, 2003).

2.1.2.   Karbondioksida

Gas karbondioksida yang disebut asam arang merupakan buangan oleh semua makhluk hidup melalui proses pernapasan. Karbondioksida merupakan salah satu komponen udara yang dihasilkan oleh proses respirasi maupun penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah terutup sebelum pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis. Pengaruh CO2 terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi O2 terlarut di perairan tersebut. Jika konsentrasi O2 berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas CO2 dapat diabaikan (Effendi, 2003).

Peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun kandungannya yang sangat berlebihan akan mengganggu organisme yang dibudidayakan, bahkan merupakan racun tergantung dari jenis dan ukurannya, akan tetapi tidak lebih dari 15 ppm. Kandungan karbondioksida lebih dari 15 ppm sangat membahayakan bagi organisme yang dibudidayakan. Karena kebaradaannya di dalam darah dapat menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Umumnya kandungan karbondioksida perairan alami umumnya sebesar 2 mg / l (Afrianto dan Liviawaty, 1998).

Karbondioksida ini tidak secara langsung dibutuhkan oleh ikan, namun diperlukan pada proses fotosintesa media hidup di kolam. Karbondioksida ini dipergunakan sebagai bahan bakar untuk membuat zat pati dalam butir hijau daun tumbuhan air. Karbondioksida ini pada kenyataannya nanti merupakan hasil buangan dari ikan dan mahluk air lainnya, Oleh karena itu kandungan karbondioksida dalam air untuk pemeliharaan ikan di air tenang di butuhkan lebih banyak daripada oksigen. Kandungan karbondioksida maksimal dalam air yang masih dianggap tidak membahayakan bagi ikan adalah sekitar 25 ppm (Effendi, 2003).

Karbondioksida bersifat sebaliknya dari oksigen. Kenaikan karbondioksida di dalam air akan menghalangi proses diffusi oksigen sehingga mengurangi konsumsi oksigen dan sebagai kompensasinya biota budidaya akan aktif sekali bernafas. Keaktifan bernafas ini memerlukan kalori dan mengurangi kesempatan untuk makan bagi biota, disamping selera makan sudah jauh berkurang (Ghufran dan Andi, 2005).

Kelarutan karbondioksida agak berbeda dengan oksigen, karena gas ini bereaksi kimia di dalam air. Karbondioksida melimpah dalam air laut dan kapasiatas air laut menyerap gas ini cukup besar. Hal ini terjadi karena karbondioksida ketika masuk air laut, bereaksi dengan air dan menghasilkan asam karbonat (Boyd, 1995).

2.1.3.   Alkalinitas

Alkalinitas atau yang lebih dikenal dengan total adalah konsentrasi toal dari unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/l atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO3). Dalam air, basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat.     Ketersediaan ion basa karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3) yang merupakan parameter total alkalinitas dalam air kolam sangat penting artinya mengingat total alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tetapi juga mempengaruhi parameter kualitas air yang lain, yakni pH air yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi budidaya                                           (Ghufran dan Andi, 2005).

Unsur-unsur alkalinitas (karbonat dan bikarbonat) juga dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan menjadi netral. Bila keadaan terlalu asam, sebaliknya ion karbonat dalam air akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan menjadi kembali netral (Ghufran dan Andi, 2005).

Tingkat kebasaan atau alkalinitas merupakan suatu indeks dimana perairan tersebut bersifat netral, di atas netral (basa), dan di bawah netral (asam). Alkalinitas ikan nila berkisar antara 50300 mg/l. Keadaan tersebut menggambarkan tingkat alkali yang cocok untuk kehidupan ikan nila yang dibudidayakan   (Effendi, 2003).

2.1.4.   Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (puissance negatif de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion Hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan. pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis:

pH = – log (H)+

Nilai pH pada banyak perairan alami berkisar antara 4 sampai 9. Daerah hutan mangrove dapat mencapai nilai pH yang sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada tanah dasar tersebut tinggi. Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H+, maka yang harus diperhitungkan dalam menentukan rata-rata nilai pH rendah bersamaan dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya.  Dimana mineral tersebut digunakan sebagai nutrien di dalam siklus produksi perairan dan pada umumnya perairan yang alkali adalah lebih produktif daripada perairan yang asam. Untuk mengetahui pH air, bisa diukur dengan beragam alat misalnya kertas lakmus, atau sekarang banyak diproduksi alat baru yang disebut pH meter yang bisa berguna untuk mengukur pH air dan tanah (Ghufran dan Andi, 2005).

Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang cocok untuk ikan nila adalah 7,2 – 7,7 dan tidak tercemar oleh bahan beracun seperti sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) ataupun logam berat dan limbah atau tumpahan minyak. Konsentrasi H2S dan NH3 yang masih dapat ditoleransi oleh ikan nila adalah 1 ppm (Cholik. et al., 1986).

Tingkatan kisaran pH suatu perairan dapat berpengaruh terhadap kondisi ikan, hal ini tersaji pada tabel berikut:

Tabel 1. Pengaruh kisaran pH terhadap ikan

 

Kisaran pH Pengaruh terhadap ikan
4 – 5

4 – 6,5

6,5 – 9

> 11

Tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi

Pertumbuhan lambat

Baik untuk produksi

Tingkat alkanitas mematikan

 

2.1.5.   Kesadahan

Kesadahan atau kekerasan (hardness) air berbeda dengan keasaman air, sekalipun keduanya erat kaitannya. Air asam biasanya menunjukkan reaksi lunak, sedangkan air sadah biasanya keras. Kesadahan air sering disebut kekerasan air (hardness). Kesadahan air disebabkan oleh banyaknya mineral dalam air yang berasal batuan dalam tanah, baik dalam bentuk ion maupun ikatan molekul (Ghufran dan Andi, 2005).

Jenis air dapat dibagi dalam 4 kategori, yaitu: lunak, agak keras, keras, dan amat keras sehingga kisaran kadar kalsiumnya lebih besar. Umumnya hewan air lebih mudah beradaptasi dari air yang sifatnya lunak ke keras dibanding dari keras ke lunak. Secara umum pertumbuhan dan perkembangan hewan air lebih menyukai air dengan tingkat kesadahan 3-100 dH. Air payau dan laut telah memiliki kesadahan dan alkalinitas yang lebih tinggi kecuali pada saat produksi karbondioksida dalam air meningkat karena proses biologis. Perairan lunak berada pada wilayah pada lapisan tanah atas tipis dan batuan kapur relatif sedikit atau bahkan tidak ada (Boyd, 1995).

Keberadaan kation yang lain, misalnya strontium, besi valensi dua(kation ferro), dan mangan juga memberikan kontribusi bagi nilai kesadahan total, meskipun peranannya relatif kecil. Alumunium dan besi valensi tiga (kation ferri) sebenarnya juga memberikan kontribusi untuk nilai kesadahan. Namun demikian mengingat sifat kelarutannya yang relatif rendah pada pH netral maka peran kedua kation ini sering kali diabaikan. Kesadahan dan alkalinitas dinyatakan dengan satuan yang sama, yaitu mg/liter CaCo3 (Effendi, 2003).

 

2.2.      Parameter Biologi

Parameter biologi yang diamati pada praktikum Limnologi ini yaitu produktivitas primer.

2.2.1.   Produktivitas primer

Produktivitas primer adalah laju produksi zat organik melalui fotosintesis. Produksi primer adalah jumlah karbon (C) yang diikat oleh fitoplankton per m2, per m3 dalam satuan waktu. Produksi primer merupakan suatu ekosistem, komunitas, atau berbagai unit kehidupan lainnya. Hal ini didefinisikan sebagai kecepatan dari pada penyimpanan energi matahari melalui fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produser dalam bentuk bahan organik sebagai bahan makanan (Raymont, 1963).

Produktivitas primer sangat penting bagi budidaya, karena sebagai penghasil oksigen terbesar yang sangat dibutuhkan oleh organisme untuk bernapas. Produktivitas primer sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan perairan tersebut, kesuburan dipengaruhi oleh kecepatan pengeluaran bahan organik menjadi garam mineral. Bila suatu perairan kurang subur produktivitas primer harus dirangsang dengan pemupukan. Perairan yang produktivitasnya tinggi dapat ditembus cahaya matahari pada beberapa sentimeter saja, karena terhalang oleh fitoplankton yang ada dalam permukaan air (Afrianto dan Liviawaty, 1998).

Menurut Ghufran dan Andi (2005), produktivitas primer dari tumbuh-tumbuhan hijau adalah sebagai jumlah energi yang tersimpan atau unit area, proses ini hanya terjadi pada tumbuhan yang berklorofil. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer perairan dalam ekosistem, faktor lingkungan berpengaruh terhadap segala aktivitas yang terjadi di lingkungan. Beberapa pengaruh yang menentukan kandungan klorofil dan produktivitas primer adalah kedalaman, kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, fosfat dan nitrit. Fitoplankton yang hidup dalam perairan merupakan penyokong produktivitas primer. Pengukuran tingkat produktivitas primer suatu perairan alami harus berdasarkan besarnya aktivitas fotosintesis bakteri dan alga.

2.3.      Parameter Fisika

Parameter fisika yang diamati pada praktikum Limnologi ini meliputi: debit air, suhu, kecerahan, kedalaman, dan arus.

2.3.1.   Debit air

Kuantitas air atau debit air perlu menjadi bahan pertimbangan sebelum memulai budidaya. Debit air diukur dengan alat yang disebut Current Meter. Cara pengukuran lainnya dengan perhitungan matematis dan pengukuran langsung. Setiap kolam pemeliharaan mulai dari pembenihan sampai dengan pembesaran memerlukan debit air yang berbeda – beda. Untuk menjamin kelancaran usaha ini kualitas air harus baik, jumlahnya harus cukup dan kontinuitasnya harus juga terjamin. Air sebaiknya tersedia sepanjang tahun atau minimum 9 bulan dalam setahun, sementara saat sama sekali tidak ada air dapat digunakan untuk perbaikan pematang kolam atau pembuatan kolam baru (Susanto, 1986 ).

Pengisian air ke dalam kolam ditentukan oleh ukuran ikan yang ditebar. Seperti ukuran benih 2-4 cm, maka ketinggian air cukup 30-40 cm dan dinaikkan beberapa hari kemudian hingga mencapai ketinggian 50-60 cm,  Tinggi rendahnya air dalam kolam sesuai dengan kebutuhan (Afrianto dan Liviawaty, 1998).

2.3.2.   Suhu

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Ghufran dan Andi, 2005).

Suhu air akan mempengaruhi juga kekentalan (viskositas) air. Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi hewan air dan laju reaksi kimia dalam air (Ghufran dan Andi, 2005).

Pertumbuhan dan kehidupan biota  air sangat dipengaruhi suhu air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28oC – 32oC.  Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen dalam air dan sebaliknya                   (Cholik. et al., 1986).

Pengukuran suhu ini umumnya dilakukan dengan termometer. Cara lain adalah dengan menggunakan DO meter, SCT-meter atau Aquamete test. Untuk pengukuran suhu dengan Aquamete test, prosedurnya tidak berbeda dengan pengukuran oksigen, pH dan kecerahan (Cholik. et al., 1986).

2.3.3.   Kecerahan

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan dinyatakan dalam persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar 1 meter jatuh agak lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Kekeruhan dipengaruhi oleh: benda-benda halus yang disuspensikan seperti lumpur, adanya jasad-jasad renik (plankton), dan juga warna air (Ghufran dan Andi, 2005).

Kita mengetahui kecerahan suatu perairan, kemudian kita juga dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadinya proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan dan udang budidaya.         Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad renik atau plankton. Semua plankton jadi berbahaya kalau kecerahan sudah berkurang dari 25 cm kedalaman pinggan secchi (secchi disk) (Ghufran dan Andi, 2005).

Kecerahan air dalam kolam pemeliharan ikan dapat mempengaruhi hidup dan perkembangan ikan. Air yang keruh tidak baik untuk budidaya sebab menghambat cahaya matahari untuk menembus ke dasar kolam. Kekeruhan antara lain disebabkan oleh lumpur dan jasad renik. Kekeruhan air yang disebabkan poleh lumpur dapat diatasi dengan pembuatan kolam pengendapan atau kolam zig-zag pada saluran masuk utama (Susanto, 1986).

2.3.4.   Kedalaman

Kuantitas air atau debit air perlu menjadi bahan pertimbangan sebelum memulai budidaya. Debit air diukur dengan alat yang disebut Current Meter. Cara pengukuran lainnya dengan perhitungan matematis dan pengukuran langsung. Setiap kolam pemeliharaan mulai dari pembenihan sampai dengan pembesaran memerlukan debit air yang berbeda – beda. Untuk menjamin kelancaran usaha ini kualitas air harus baik, jumlahnya harus cukup dan kontinuitasnya harus juga terjamin. Air sebaiknya tersedia sepanjang tahun atau minimum 9 bulan dalam setahun, sementara saat sama sekali tidak ada air dapat digunakan untuk perbaikan pematang kolam atau pembuatan kolam baru (Susanto, 1986 ).

Pengisian air ke dalam kolam ditentukan oleh ukuran ikan yang ditebar. Seperti ukuran benih 2-4 cm, maka ketinggian air cukup 30-40 cm dan dinaikkan beberapa hari kemudian hingga mencapai ketinggian 50-60 cm. Jadi, tinggi rendahnya air dalam kolam sesuai dengan kebutuhan                                            (Afrianto dan Liviawaty, 1998).

Kedalaman yang ideal untuk kolam-kolam pemeliharaan ikan adalah           60 – 150 cm. Semakin dalam dasar kolam permukaan air di kolam tersebut, maka semakin luas ruang gerak ikan. Salah satu pertimbangan dalam menentukan kedalaman suatu kolam, yaitu kemampuan sinar matahari untuk menembus ke dasar kolam (Susanto, 1986).

2.3.5.   Arus

Arus adalah gerakan air yang di pengaruhi oleh adanya angin dan perbedaan densitas. Pengukuran kecepatan arus secara sederhana dapat menggunakan bola arus. Bola arus yang telah di beri tali sepanjang satu meter di letakkan pada permukaan air (Sachlan, 1992).

Gerakan air di permukaan kolam terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya. Tetapi, angin adalah salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Gerakan air tersebut juga dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas. Arus pada kolam juga dipengaruhi oleh keluar masuknya air melalui inlet dan outlet. Pengaruh kecepatan arus erat juga kaitannya dengan kadar oksigen terlarut (DO). Jika kecepatan arus tinggi, maka kadar oksigen terlarutnya tinggi dan begitu juga sebaliknya                      (Hutabarat dan Evans, 2000).

Kecepatan arus (velocity/flow rate) suatu badan air yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemaran. Pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu bahan air mengalami pencemaran. Untuk pembenihan ikan Nila, kecepatan arus juga berkaitan dengan kebutuhan oksigen oleh kultivan dalam suatu kolam. Kualitas air dalam kolam yang memiliki kecepatan arus menjadi baik karena tejadi pergantian air sehingga kondisi ikan terjaga dengan baik. Ikan bergerak aktif dalam lingkungan air yang mengandung oksigen tinggi sehingga metabolisme ikan cukup baik (Effendi, 2003).

III.  MATERI DAN METODE

3.1. Materi

Air sampel adalah suatu zat cair pada suatu ekosistem yang diambil secara acak atau ditentukan dengan volume tertentu untuk dilakukan suatu penelitian atau diuji dalam laboratorium. Materi yang digunakan dalam Praktikum Limnologi yaitu air sampel yang terdapat dalam kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus).

 

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum Limnologi adalah penentuan lokasi sampling, prosedur pengukuran parameter kimia yang meliputi: oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), alkalinitas, derajat keasaman (pH), kesadahan, prosedur pengukuran parameter biologi yang meliputi produktivitas primer, dan prosedur pengukuran parameter fisika yang meliputi: debit air dan suhu.

3.2.1. Penentuan lokasi sampling

Sampling dilakukan di kolam pemijahan ikan nila hitam di Perbenihan Budidaya Ikan Air Tawar, Ambarawa. Penentuan lokasi tersebut dilakukan berdasarkan prosedur kelompok. Untuk pengukuran parameter fisika (debit air, suhu, kecerahan, kedalaman, dan arus) ditentukan di tiga titik kolam yaitu di dekat inlet, di tengah kolam, serta di dekat outlet.

 

 

3.2.2. Prosedur pengukuran parameter kimia

a. Oksigen terlarut (DO)

Metode yang digunakan dalam pengukuran oksigen terlarut yaitu pengambilan sampel air dengan menggunakan botol BOD 125 ml kemudian penambahan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH dalam KI lalu menutup botol dan mengocoknya hingga larutan mengendap. Melakukan penambahan 1 ml H2SO4 pekat kemudian menutup botol BOD dan mengocoknya sampai larutan berwarna kuning. Penambahan 50 ml sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian melakukan titrasi dengan 0,025 N  Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning muda lalu penambahan 2 tetes amilum, apabila timbul warna biru kemudian melanjutkannya dengan titrasi Na2S2O3 0,025 N hingga bening. Membaca skala penurunan reagen yang digunakan dalam spuit suntik dan memasukkan dalam rumus:

 

b. Karbondioksida (CO2)

Metode yang digunakan dalam pengamatan karbondioksida pengambilan 50 ml sampel air dan memasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer kemudian melakukan penambahan 2 tetes indikator PP, apabila setelah penambahan indikator PP  warna larutan sampel menjadi merah muda, maka karbondioksida adalah 0, sebaliknya apabila tidak didapatkan warna merah muda, melakukan titrasi dengan 0,045 N Natrium Karbonat (Na2CO3) hingga warna merah muda. Membaca skala penurunan reagen yang digunakan dalam spuit suntik. Memasukkan dalam rumus :

 

 

c. Alkalinitas

Metode yang digunakan pada pengamatan alkalinitas yaitu pengambilan 50ml sampel air dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer kemudian penambahan 2 tetes PP bila terjadi warna merah muda lanjutkan titrasi dengan 0,025 N HCl hingga warna merah muda hilang, mencatat jumlah HCl yang digunakan (A) kemudian memasukkannya ke dalam rumus. Penambahan 1 – 2 tetes indikator MO, kemudian titrasi dengan 0,025 N HCl hingga warna menjadi merah seulas kemudian mencatat jumlah HCl yang digunakan (B), memasukkannya ke dalam rumus. Penambahan dengan 1 – 2 tetes indikator MO bila tidak terjadi warna merah, kemudian titrasi dengan larutan 0,025 N HCl hingga warna larutan menjadi merah seulas. Membaca skala penurunan titran dengan spuit suntik (B), memasukan banyaknya ml titran pada rumus:

 

 

d. Derajat keasaman (pH)

Metode yang digunakan dalam pengukuran derajat keasaman adalah dengan menggunakan pH paper. Dengan cara memasukkan pH paper kedalam larutan sampel kemudian mencocokkan warna pH pada skala yang ada.

e. Kesadahan

Metode yang digunakan dalam pengukuran kesadahan yaitu pengambilan 10ml air sampel kemudian melakukan penambahan 1 – 2ml larutan buffer hingga pH 10 (biasanya cukup 1ml) dan penambahan indikator Chrom Black T, hingga warna berubah menjadi ungu. Melakukan titrasi dengan Na – EDTA sampai berwarna biru, bila warna tidak menjadi biru (sebelum 5 menit) ada kemungkinan indikator sudah rusak atau air contoh perlu ditambahkan indikator yaitu 5 g Na2S9H2O dalam 100ml aquadest. Perlu diketahui larutan ini mudah rusak oleh udara sehingga harus ditutup rapat-rapat. Pemakaian indikator cukup 1ml per 25ml air sampel. Membaca jumlah Na – EDTA yang digunakan dan memasukkan dalam rumus:

Keasadahan = A x 150 (mg/L)

Dimana:    A = ml Na – EDTA

3.2.3. Prosedur pengukuran parameter biologi

a.  Produktivitas primer

Metode yang digunakan dalam pengukuran produktivitas primer yaitu pengambilan air sampel dengan menggunakan 2 botol BOD (gelap dan terang) dan memasukkan botol tersebut dalam kolam dan rendam selama 4 jam. Pengukuran oksigen terlarut setelah 4 jam perendaman kemudian menghitung produktivitas primer:

 

 

 

 

x  x  (gC/m3/jam)

Dimana:

BT = Botol terang

BG = Botol gelap

x    = Waktu inkubasi

pq  = 1,2

 

3.2.4. Prosedur pengukuran parameter fisika

a. Debit air

Metode yang digunakan pada pengukuran debit air yaitu penampungan air yang dikeluarkan dari inlet atau outlet dengan menggunakan ember 1 liter kemudian Menghitung waktu ember terisi penuh dengan stopwatch dan masukkan ke dalam rumus:

Q = A : B

Dimana:

Q    = debit air

A    = volume air tertampung dalam ember

B    = waktu yang dicapai ketika ember terisi penuh

b. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa baik untuk suhu air dan suhu udara. Khusus untuk suhu air pembacaan skala termometer harus berada seluruhnya di dalam air.

c. Kecerahan

Metode yang digunakan dalam pengukuran kecerahan yaitu secchi disc dimasukkan sampai piringan remang-remang, kemudian skala untuk piringan remang-remang (k1)dicatat, dan untuk kedalaman  tidak terlihat, secchi disc dimasukkan hingga piringannya samar-samar (k2), kemudian skala pada piringan samar-samar (k2) juga dicatat.

Rumus:

D = k1 + k2

2

 

Keterangan:

k1 = Piringan samar-samar

k2 = Piringan tidak terlihat

d. Kedalaman

Metode yang digunakan dalam pengukuran kedalaman yaitu tongkat berskala dimasukkan ke dalam perairan pada tiap kuadran transek, kemudian kedalamannya diukur dengan cara skala yang tercantum dilihat pada tongkat berskala dan hasilnya dicatat dari kedalaman perairan yang telah diukur pada tiap kuadran transek.

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.  Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum limnologi meliputi: parameter kimia, parameter biologi, dan parameter fisika.

4.1.1.  Pengukuran parameter kimia

Pengukuran parameter kimia yang kami lakukan meliputi: oksigen terlarut, karbondioksida, alkalinitas, derajat keasaman (pH), dan kesadahan.

a.  Oksigen terlarut (DO)

Data hasil pengamatan variabel oksigen terlarut pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.  Data Hasil Pengamatan Variabel Oksigen Terlarut pada Kolam Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai DO (mg/l) Referensi
1. 12:00 1,8 Menurut Ghufran (2005), beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 mg/l. Namun konsentrasi minimum agar spesies biota tumbuh baik adalah 5 mg/l.
2. 16.00 0,88
3. 20.00 0,12
4. 00.00 0,56
5. 04.00 0,44
6. 08.00 3,52

Grafik hasil pengamatan variabel oksigen terlarut pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 2.

 

Gambar 2. Grafik Hubungan Variabel Oksigen Terlarut terhadap Waktu.

b. Karbondioksida

Data hasil pengamatan variabel karbondioksida pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.  Data Hasil Pengamatan Variabel Karbondioksida pada Kolam                                      Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai CO2 (mg/l) Referensi
1. 12.00 0 Kandungan karbondioksida lebih dari 15 ppm sangat membahayakan bagi organisme yang dibudidayakan. Karena kebaradaannya di dalam darah dapat menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Umumnya kandungan karbondioksida perairan alami sebesar 2 mg/l (Afrianto dan Liviawaty, 1998).
2. 16.00 1,78
3. 20.00 7,92
4. 00.00 8,71
5. 04.00 9,7
6. 08.00 0

Grafik hasil pengamatan variabel karbondioksida pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 3.

 

Gambar 3. Grafik Hubungan Variabel Karbondioksida terhadap Waktu.

c. Alkalinitas

Data hasil pengamatan variabel alkalinitas pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.   Data Hasil Pengamatan Variabel Alkalinitas pada Kolam Pemijahan

Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai alkalinitas (mg/l) Referensi
1. 13.00 9,5 Nilai total alkalinitas perairan dikatakan bagus pada nilai antara 30-500 mg/l. Jika kurang dari nilai tersebut maka kapasitasnya untuk menetralkan asam tidak akan maksimal       (Effendi, 2003).
2. 19.00 10
3. 01.00 12
4. 07.00 13,75

 

Grafik hasil pengamatan variabel alkalinitas pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 4.

 

Gambar 4. Grafik Hubungan Variabel Alkalinitas terhadap Waktu.

d. Derajat keasaman (pH)

Data hasil pengamatan variabel derajat keasaman pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5.      Data Hasil Pengamatan Variabel Derajat Keasaman pada Kolam Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai pH Referensi
1. 13.00 7 Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang cocok untuk ikan nila adalah 7,2 – 7,7 dan tidak tercemar oleh bahan beracun seperti sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) ataupun logam berat dan limbah atau tumpahan minyak (Cholik. et al., 1986).
2. 19.00 7
3. 01.00 7
4. 07.00 7
     
     

 

Grafik hasil pengamatan variabel derajat keasaman pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada   gambar 5.

 

Gambar 5. Grafik Hubungan Variabel Derajat Keasaman terhadap Waktu.

e.  Kesadahan

Data hasil pengamatan variabel kesadahan pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6.    Data Hasil Pengamatan Variabel Kesadahan pada Kolam Pemijahan         Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai kesadahan (mg/l) Referensi
1. 13.00 52,5 Klasifikasi perairan berdasarkan kesadahan:

Lunak = 0-50 mg/l, agak lunak = 50-100 mg/l, sedang = 100-200 mg/l, agak keras =200-300 mg/l, keras = 300-400 mg/l, dan amat keras =   > 450 mg/l   (Andrews. et al., 1988).

2. 19.00 54
3. 01.00 48
4 07.00 34,5

 

Grafik hasil pengamatan variabel kesadahan pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 6.

 

Gambar 6. Grafik Hubungan Variabel Kesadahan terhadap Waktu.

4.1.2. Pengukuran parameter biologi

a.  Produktivitas primer

Data hasil pengamatan variabel produktivitas primer pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Data Hasil Pengamatan Variabel Produktivitas Primer pada Kolam      Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Botol Terang (BT) Botol Gelap (BG) Nilai PP

g C / m3 / jam

Referensi
1. 07.00 – 11.00 1,68 mg/l 2 mg/l -25 Menurut Ghufran dan Baso (2005), nilai produktivitas primer yang baik berkisar antara 50 sampai 350 mgC/m3/hari.

4.1.3. Pengukuran parameter fisika

a.  Debit air

Data hasil pengamatan variabel debit air pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.      Data hasil pengamatan variabel debit air pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu

(WIB)

Perhitungan Nilai debit air (m3/s) Referensi
Inlet Outlet
1. 12.00 Q = A : B 0,52 0,34 Debit air yang baik untuk ikan nila di kolam air tenang adalah sekitar 8-15 liter/detik/ha. Karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air dengan arus yang  deras (Welch, 1952).
2. 13.00 Q = A : B 0,58 0,27
3. 14.00 Q = A : B 0,55 0,32
4. 15.00 Q = A : B 0,56 0,28
5. 16.00 Q = A : B 0,54 0,32
6. 17.00 Q = A : B 0,55 0,34
7. 18.00 Q = A : B 0,55 0,32
8. 19.00 Q = A : B 0,56 0,33
9. 20.00 Q = A : B 0,25 0,40
10. 21.00 Q = A : B 0,47 0,28
11. 22.00 Q = A : B 0,63 0,33
12. 23.00 Q = A : B 0,56 0,32
13. 00.00 Q = A : B 0,65 0,28
14. 01.00 Q = A : B 0,42 0,31
15. 02.00 Q = A : B 0,31 0,28
16. 03.00 Q = A : B 0,27 0,32  
17. 04.00 Q = A : B 0,35 0,20  
18. 05.00 Q = A : B 0,30 0,24  
19. 06.00 Q = A : B 0,33 0,47  
20. 07.00 Q = A : B 0,33 0,25  
21. 08.00 Q = A : B 0,31 0,31  
22. 09.00 Q = A : B 0,33 0,20  

 

Lanjutan Tabel 8.     Data Hasil Pengamatan Variabel Debit Air pada Kolam

Pemijahan Ikan  Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Perhitungan Nilai debit air (m3/s) Referensi
(WIB) Inlet Outlet
23. 10.00 Q = A : B 0,22 0,28  
24. 11.00 Q = A : B 0,19 0,27  

 

Grafik hasil pengamatan variabel parameter debit air pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 7.

 

Gambar 7.  Grafik Hubungan Variabel Debit Air terhadap Waktu.

b.  Suhu

Data hasil pengamatan variabel suhu pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9.   Data Hasil Pengamatan Variabel Suhu pada Kolam Pemijahan Ikan Nila

Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Suhu air (0C) Suhu udara Referensi
  (WIB) Inlet Tengah Outlet x (0C)    
1. 12.00 28 30 27 28,3 28 Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis
2. 13.00 30 31 30 30,3 28
3. 14.00 30 30 30 30 27
4. 15.00 28 28 26 27,3 25

Lanjutan Tabel 9.  Data Hasil Pengamatan Variabel Suhu pada Kolam Pemijahan Ikan Nila  Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Suhu air (0C) Suhu udara Referensi
  (WIB) Inlet Tengah Outlet x (0C)  
5. 16.00 28 28 28 28 25 adalah antara 280C – 320C. Pada suhu 180C – 250C ikan masih bertahan tapi nafsu makannya    menurun. Suhu air 120C – 180C mulai berbahaya bagi ikan. Pada suhu 120C ikan tropis akan mati kedinginan (Ahmad. et al., 1998)
7. 18.00 28 28 27 27,67 24
8. 19.00 26 26 26 26 24
9. 20.00 26 26 26 26 24
10. 21.00 26 26 26 26 24
11. 22.00 25 25 26 25,33 23
12. 23.00 25 25 25 25 23
13. 00.00 25 25 25 25 23
14. 01.00 24 24 24 24 23
15. 02.00 24 24 24 24 23
16. 03.00 23 23 23 23 22
17. 04.00 22 22 22 22 23
18. 05.00 24 24 24 24 22
19. 06.00 24 24 24 24 23
20. 07.00 24 25 24 24,33 25
21. 08.00 26 26 26 26 27
22 09.00 27 26 28 27 28
23. 10.00 31 32 31 31,33 30
24. 11.00 30 33 33 32 30

 

Grafik hasil pengamatan variabel suhu pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 8.

 

 

 

 

 

Gambar 8.  Grafik Hubungan Variabel Suhu terhadap Waktu.

c. Kecerahan

Data hasil pengamatan variabel kecerahan pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10.   Data Hasil Pengamatan Variabel Kecerahan pada Kolam Pemijahan             Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai kecerahan (cm) x Referensi
Inlet Tengah Outlet
1. 12.00 17,5 17,5 14,5 16,3 Kecerahan yang baik bagi usaha budidaya ikan berkisar 30 – 40 cm (Ghufran dan Baso, 2005).

 

2. 13.00 22,5 17,5 22,5 20,83
3. 14.00 19 19 20 19,3
4. 15.00 19 20 20 19,67
5. 16.00 20 22,5 16 19,5
6. 17.00 15 16,5 17,5 16,33
7. 18.00
8. 19.00
9. 20.00
10. 21.00
11. 22.00

Lanjutan Tabel 10.  Data Hasil Pengamatan Variabel Kecerahan pada Kolam Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai kecerahan (cm) x Referensi
Inlet Tengah Outlet
12. 23.00  
13. 00.00
14. 01.00
15. 02.00
16. 03.00
17. 04.00
18. 05.00
19. 06.00 21 20 16 19
20. 07.00 16,5 15 23 18,2
21. 08.00 14,5 14,5 16,5 15,2
22. 09.00 17 16 20,5 17,83
23. 10.00 23,5 17,5 19,65 20,22  
24. 11.00 18,5 20 19,5 19,33  

 

Grafik hasil pengamatan variabel kecerahan pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 9.

 

Gambar 9. Grafik Hubungan Variabel Kecerahan terhadap Waktu.

 

 

d.  Arus

Data hasil pengamatan variabel arus pada kolam pemijahan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Data Hasil Pengamatan Variabel Arus pada Kolam Pemijahan Ikan              Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Nilai Kecepatan Arus (m/s) Referensi
Inlet Tengah Outlet
1. 12.00 ¥ ¥ ¥ Kecepatan arus yang baik untuk kolam budidaya ikan nila hitam adalah berkisar antara 10 – 20 cm/detik (Susanto, 1986).
2. 13.00 ¥ ¥ ¥
3. 14.00 ¥ ¥ ¥
4. 15.00 ¥ ¥ ¥
5. 16.00 ¥ ¥ ¥
6. 17.00 ¥ ¥ ¥
7. 18.00 ¥ ¥ ¥
8. 19.00 ¥ ¥ ¥
9. 20.00 ¥ ¥ ¥
10. 21.00 ¥ ¥ ¥  
11. 22.00 ¥ ¥ ¥  
12. 23.00 ¥ ¥ ¥  
13. 24.00 ¥ ¥ ¥  
14. 01.00 ¥ ¥ ¥  
15. 02.00 ¥ ¥ ¥  
16. 03.00 ¥ ¥ ¥  
17. 04.00 ¥ ¥ ¥  
18. 05.00 ¥ ¥ ¥  
19. 06.00 ¥ ¥ ¥  
20. 07.00 ¥ ¥ ¥  
21. 08.00 ¥ ¥ ¥  
22. 09.00 ¥ ¥ ¥  
23. 10.00 ¥ ¥ ¥  
24. 11.00 ¥ ¥ ¥  

Grafik hasil pengamatan variabel arus pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 10.

 

Gambar 10. Grafik Hubungan Variabel Arus terhadap Waktu.

e.  Kedalaman

Data hasil pengamatan variabel kedalaman pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12.  Data Hasil Pengamatan Variabel Kedalaman pada Kolam Pemijahan           Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Kedalaman x Referensi
Inlet Tengah Outlet
1. 12.00 42,5 40 50 44,16 Kedalaman yang ideal untuk kolam-kolam pemeliharaan ikan adalah           60 – 150 cm. Semakin dalam dasar kolam permukaan air di kolam tersebut, maka semakin luas ruang gerak ikan. Salah satu pertimbangan dalam menentukan kedalaman suatu kolam, yaitu kemampuan sinar
2. 13.00 42,5 40 50 44,16
3. 14.00 42,5 40 50 44,16
4. 15.00 42,5 40 50 44,16
5. 16.00 43 40,5 50,2 44,56
6. 17.00 42 40,5 50 44,17
7. 18.00 35 58,5 49 45,5
8. 19.00 35 53 49 45,67
9. 20.00 35,5 51,5 49,5 45,5
10. 21.00 43 52 50 45,67

 

Lanjutan Tabel 12.  Data Hasil Pengamatan Variabel Kedalaman pada Kolam Pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

 

No. Waktu Kedalaman x Referensi
Inlet Tengah Outlet
11. 22.00 55 51 61 55,67 matahari untuk menembus ke dasar kolam (Susanto, 1986).
12. 23.00 51 52 53 52
13. 00.00 54 55 63 54
14. 01.00 52 51 60 54,3
15. 02.00 52 60 55 55,67
16. 03.00 49 58 61 56
17. 04.00 64 58 64 62
18. 05.00 50 54 64 56
19. 06.00 54 54 64 57,3
20. 07.00 51 53 61 55
21. 08.00 53 53 61 55,67
22. 09.00 58 54 58 56,67
23. 10.00 55 55 65 58,33
24. 11.00 55 55 63 57,66

 

Grafik hasil pengamatan variabel kedalaman pada kolam pemijahan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada gambar 11.

 

Gambar 11. Grafik Hubungan Variabel Kedalaman terhadap Waktu.

 

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengukuran parameter kimia

a. Oksigen terlarut (DO)

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum limnologi, kadar O2 terlarut (DO) pada kolam tersebut berkisar antara 0,12 – 3,52 mg/l . Diawal pengamatan pada pukul 12.00, O2 terlarutnya 1,8 mg/l dan menurun pada pukul 16.00 menjadi 0,88 mg/l. Penurunan O2 terlarut terbesar terjadi pada malam hari, yaitu pada pukul 20.00 mg/l. Penurunannya mencapai 0,12 mg/l. Ini menandakan bahwa dalam perairan tersebut kehilangan O2 sebesar 0,76 mg/l.

Penurunan O2 yang terlarut didalam air terjadi pada malam hari. Hal ini dikarenakan malam hari sudah tidak ada lagi cahaya matahari sehingga phytoplankton yang berada didalam perairan tidak melakukan fotosintesis, yang terjadi hanya respirasi sehingga metabolisme dalam air meningkat. Hal ini yang menyebabkan penurunan O2 terlarut dalam air dan yang terjadi adalah peningkatan CO2 dalam air. Meningkatnya CO2 dalam air mengakibatkan O2 menurun secara bertahap. Ini dibuktikan dalam pengamatan pada pukul 04.00 O2 terlarut dalam air sebesar 0,44 mg/l dan pada pukul 08.00 O2 terlarut dalam air sebesar 3,52 mg/l.

O2 yang terlarut dalam air kembali meningkat kembali pada pukul 08.00, ini dikarenakan proses fotosintesis telah berlangsung sehingga CO2 yang terlarut dalam air berkurang dan O2 terlarut dalam air meningkat. Selain pengaruh dari fotosintesa, kadar O2 yang terlarut dalam air juga diperoleh dari proses difusi O2 oleh atmosfer. Walaupun O2 mengalami penurunan yang cukup tajam namun O2 tidak sampai 0 mg/l atau hilang, sehingga organisme yang berada didalam air masih bisa bertahan hidup pada kolam tersebut.

Menurut Rejeki (2001), kandungan DO akan berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas. Bila pada suhu yang sama konsentrasi O2 terlarut sama dengan jumlah kelarutan O2 yang ada diperairan, maka air tersebut dapat dikatakan sudah jenuh dengan O2 terlarut. O2 terlarut diperairan diperoleh dari difusi O2 oleh atmosfir dan fotosintesa tumbuhan hijau.

Faktor utama yang mempengaruhi kandungan O2 dalam air adalah komunitas alga planktonik. Produksi O2 pada siang hari meningkat karena adanya proses fotosintesis dan pada malam hari terjadi penurunan karena O2 digunakan untuk respirasi. Jika populasi alga meningkat, maka terjadi super-saturasi O2 di siang hari dan terjadi sub-saturasi di malam hari yang dapat mengakibatkan stress pada ikan. kolam air yang produktif kisaran dissolved oxygen bisa mencapai 7 – 8 ppm (Boyd, 1979).

b.  Karbondioksida

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum limnologi, CO2 yang terlarut dalam air pada kolam yang digunakan pada pengamatan berkisar antara    0 – 9,7 mg/l. CO2 dalam air mencapai angka 0 atau sangat sedikit terlarut dalam air pada siang hari dari pada saat matahari masih menyinari bumi. Dan terjadi peningkatan CO2 yang terlarut dalam air pada malam hari. Peningkatan CO2 dalam air mencapai 7,92 mg/l pada pukul 20.00 dan mengalami penurunan kembali pada pukul 08.00 pagi hari. Hal ini berkebalikan dengan O2 yang mengalami penurunan pada malam hari.

Hal ini disebabkan karena pada malam hari sudah tidak terjadi fotosintesis yang ada hanya proses respirasi yang dilakukan oleh kultivan yang ada pada perairan tersebut sehingga CO2 meningkat. Akibat dari peningkatan CO2 dalam air adalah meningkatnya metabolisme yang terdapat pada kolam tersebut dan juga mengakibatkan penurunan O2 yang terlarut dalam air. Karena perairan tersebut tingkat kesuburan nya tidak tinggi maka pada malam hari didalam perairan tersebut masih tersisa  O2 yang digunakan oleh organisme untuk bernafas.

Menurut Susanto (1991), CO2 dipergunakan sebagai bahan bakar untuk membuat zat pati dalam butir hijau daun tumbuhan air. CO2 ini nantinya merupakan hasil buangan dari ikan dan makhluk air lainnya. Oleh karena itu, kandungan CO2 dalam air untuk pemeliharaan ikan di air tenang dibutuhkan lebih banyak daripada O2 . Kandungan CO2 maksimal dalam air yang masih dianggap tidak membahayakan bagi ikan adalah sekitar 25 ppm. Berdasarkan pengamatan, CO2 yang terlarut didalam kolam tersebut tertinggi adalah 9,9 mg/l maka kolam tersebut masih baik sehingga tidak membahayakan untuk organisme yang ada didalam kolam tersebut.

c.  Alkalinitas

Alkalinitas merupakan kapasitas penyangga yaitu untuk menyeimbangkan asam dan basa pada kolam. Kalau alkalinitas tinggi maka pH pun akan naik atau menjadi basa, dan kalau alkalinitas rendah maka pH pun akan turun atau menjadi asam. Hal ini akan menjadi penentu baik atau tidaknya perairan untuk kultivan yang hidup di dalamnya. Kalau kolam tersebut terlalu asam atau terlalu basa, maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ikan yang hidup di dalamnya (Susanto, 1991).

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum limnologi, besarnya nilai alkalinitas yang diukur setiap 6 jam sekali didapatkan hasil yaitu pada pukul 13.00 adalah 9,5 mg/l CaCO3, pukul 19.00 adalah 10 mg/l CaCO3, pada pukul 01.00 adalah 12 mg/l CaCO3, dan pada pukul 07.00 adalah 13,75 mg/l CaCO3. Dari hasil pengamatan tersebut bisa dilihat bahwa besarnya alkalinitas pada kolam cenderung stabil, akan tetapi mengalami kenaikan pada pukul 01.00 dini hari.

Besarnya alkalinitas tidak bisa berubah secara tiba – tiba, ataupun berubah secara drastis, akan tetapi pada pengamatan yang kami lakukan, terjadi kenaikan yaitu dari 10 mg/l CaCO3 menjadi 12 mg/l CaCO3, hal ini disebabkan karena pada siang hari sampai sore hari CO2 dalam air yang bersifat asam digunakan oleh fitoplankton untuk fotosintesis. Sebaliknya pada malam dan pagi hari fitoplankton tidak aktif melakukan fotosintesis sehingga CO2 yang dihasilkan selama proses respirasi akan terhidrolisa menjadi hidrogen yang merupakan unsur asam dan bikarbonat yang merupakan unsur alkali, sehingga pH menjadi turun dan alkalinitas meningkat.

d.  Derajat keasaman (pH)

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum limnologi, derajat keasaman (pH) air pada kolam yang diamati adalah 7. pH air mencapai angka 7 pada pengamatan siang hari hingga keesokan pagi. pH air pada kolam tersebut baik bagi kultivan karena pH pada kolam tersebut memiliki ion H+ dan ion Hdalam konsentrasi yang sama sehingga air murni berasosiasi sempurna jadi pHnya netral. Suatu kolam karena pH yang cocok atau sesuai untuk perairan adalah sekitar 6 – 8,5. Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang cocok untuk ikan nila hitam berkisar 7 dan tidak tercemar oleh bahan beracun seperti sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) ataupun logam berat dan limbah atau tumpahan minyak. Konsentrasi H2S dan NH3 yang masih dapat ditoleransi oleh ikan nila hitam adalah 1 ppm.

Menurut Mackereth. et al. (1989), bahwa pH juga berkaitan erat dengan CO2 dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar CO2 bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif.

e.  Kesadahan

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan tiap 6 jam sekali, didapat hasil pada pukul 13.00 adalah 52,5 mg/l, pukul 19.00 adalah 54 mg/l, pukul 01.00 adalah 48 mg/l, dan pukul 07.00 adalah 34,5 mg/l. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa nilai kesadahan tertinggi terjadi pada pukul 13.00. Hal tersebut menunjukkan kandungan ion-ion bivalen meningkat pada waktu itu. Klasifikasi kesadahan kurang dari 50 termasuk dalam kategori lunak (soft), 50 – 150 adalah menengah (moderately), 150 – 300 adalah sadah (hard) dan > dari 300 adalah sangat sadah (very hard).

Kesadahan pada kolam pengamatan kami, termasuk ke dalam kesadahan lunak (soft), karena besarnya nilai kesadahan  kurang dari 50. Kesadahan tersebut tidak begitu berpengaruh bagi ikan karena tidak terlalu besar. Menurut Susanto (1991), kesadahan yang terlalu besar pada suatu perairan akan membahayakan ikan yang hidup di dalamnya. Dengan kesadahan yang tinggi akan membentuk suatu kerak yang akan menempel pada insang ikan, hal inilah yang akan membuat ikan susah untuk bernafas, hingga akhirnya mati. Air permukaan biasanya memiliki nilai kesadahan yang lebih kecil dari pada tanah.

4.2.2. Pengukuran parameter biologi

a.  Produktivitas primer

Menurut Hutabarat dan Evans (2000), produktivitas primer perairan adalah produktivitas fitoplankton dan tumbuhan pada kolam. Produktivitas perairan sangat besar peranannya dalam budidaya ikan dan dipengaruhi oleh kecepatan penguraian dari bahan-bahan organik menjadi garam mineral. Produktivitas primer akan turun cepat sesuai dengan makin dalamnya perairan yang diikuti dengan makin berkurangnya tumbuh-tumbuhan berklorofil. Kemudian produktivitas primer akan berhenti pada kedalaman antara 30 – 100 m, tergantung dalamnya suatu perairan.

Produktivitas primer dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu cahaya, nutrient, dan suhu. Selain ketiga faktor tersebut, produktivitas primer juga dipengaruhi oleh tingginya laju grazing dan sinking serta jenis-jenis fitoplankton (Haslan, 1995).

Pengukuran produktivitas primer perairan yang kami amati didapatkan hasil sebesar -25 gC/m3/jam. Hasil ini menunjukkan nilai yang negatif karena laju produksi zat organik melalui fotosintesis pada kedua botol (botol gelap dan botol terang) tidak sempurna. Hal ini disebabkan kurangnya suplay cahaya matahari dan kekeruhan (turbidity) pada perairan yang cukup tinggi, sehingga nilai DO yang didapat tidak sepenuhnya hasil dari produktivitas primer yang dilakukan selama pengujian dalam waktu ±4 jam.

 

 

 

4.2.3. Pengukuran parameter fisika

a.  Debit air

Berdasarkan hasil pengukuran yang kami peroleh dari praktikum limnologi variabel debit air menunjukkan perubahan yang sangat fluktuatif dari variabel tersebut. Hasil pada bagian inlet mencapai titik maksimum pada nilai 0,58 m3/detik pukul 13.00 WIB dan titik minimum pada nilai 0,25 m3/detik pukul 20.00 WIB. Sedangkan pada bagian outlet mencapai titik maksimum pada titik nilai 0,4 m3/detik pukul 20.00 WIB dan titik minimum pada titik nilai 0,2 m3/detik pukul 04.00 WIB.

Debit air (discharge) dinyatakan sebagai volume yang mengalir pada selang waktu tertentu, biasanya  dinyatakan pada satuan m3/detik. Perhitungan debit ditentukan dengan persamaan antara kecepatan arus dan luas penampang (Effendi, 2003).

Air merupakan faktor penentu daya dukung kolam. Kualitas dan mutu air kolam harus dijaga, salah satunya adalah dengan pergantian air. Pergantian air pada kolam akan menjaga ketersediaan oksigen yang cukup                      (Ghufran dan Baso, 2005).

b.  Suhu

Menurut Haslan (1995), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum limnologi, pengukuran suhu dilakukan tiap jam selama 24 jam, meliputi pengukuran suhu air dan suhu udara. Pada suhu udara di atas kolam di dapat kisaran suhu kolam antara 22 – 30 ºC, suhu udara cenderung mudah untuk berfluktuasi sehingga terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara suhu pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, karena adanya pengaruh dari sinar matahari yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu.

Suhu air pada kolam antara 22 – 32 ºC, suhu air cenderung konstan dan tidak mudah berfluktuasi, karena air mempunyai kemampuan menyimpan panas lebih baik dari pada udara. Perbedaan jarak suhu yang diukur tiap jam tidak lebih dari 3 ºC, karena apabila terjadi perbedaan suhu melebihi dari 3 ºC secara mendadak dapat menyebabkan ikan stres atau bahkan mati.

c.  Kecerahan

Kecerahan sangat berkaitan dengan kekeruhan, kekeruhan merupakan derajat kegelapan yang terjadi karena adanya partikel-partikel baik hidup maupun mati yang menghambat penetrasi radiasi sinar matahari yang masuk ke badan air. Adanya kekeruhan tersebut dapat mengurangi fluktuasi cahaya yang masuk dari dalam badan air, sehingga sangat berpengaruh pada kecerahan                    (Cholik. et al.,1986).

Pada pengukuran kecerahan didapat hasil yaitu berkisar 15,2 cm – 20,83 cm. Ini  dalam batas yang kurang baik karena menurut Cholik. et al. (1992) apabila angka kecerahan kurang dari 20 cm maka stabilitas lingkungan terganggu. Kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh partikel yang ada pada perairan tersebut dan jasad renik seperti plankton, juga intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan serta ada tidaknya limbah yang masuk pada perairan itu, seperti ion-ion metal atau logam besi dan mangan serta keberadaan humus, bahan-bahan terlarut dan tersuspensi. Kecerahan air merupakan bentuk pencerminan daya tembus intensitas cahaya matahari yang masuk pada suatu.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada praktikum limnologi, didapatkan hasil kecerahan pada kolam ikan mempuyai kisaran antara 15,2 cm – 20,83 cm. Dari hasil pengukuran bisa dikatakan kolam mempunyai kecerahan yang kurang, artinya agak keruh dan tidak terlalu cerah. Hal tersebut cukup sesuai bagi hidup ikan, karena dengan kecerahan tersebut, sinar matahari masih bisa masuk ke dalam perairan sehingga fitoplankton bisa berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang bisa digunakan ikan untuk bernafas.

d.  Arus

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan arus yang dilakukan tiap jam, di dapatkan hasil yaitu kecepatan arus pada kolam pengamatan adalah ¥, dibuktikan dari bola arus yang tidak bergerak dan tidak meregang selama 5 menit lebih sehingga disimpulkan bahwa pada kolam tersebut tidak memiliki arus atau arusnya terjadi sangat lambat atau pelan.

Gerakan air yang terjadi di permukaan kolam terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya tetapi  angin adalah salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Gerakan air tersebut juga dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas. Arus pada kolam juga dipengaruhi oleh keluar masuknya air melalui inlet dan outlet. Pengaruh kecepatan arus erat juga kaitannya dengan kadar oksigen terlarut (DO). Jika kecepatan arus tinggi, maka kadar oksigen terlarutnya tinggi dan begitu juga sebaliknya.

Kecepatan arus (velocity / flow rat ) suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan akan kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran (Effendi, 2003).

e.  Kedalaman

Kedalaman air berkaitan dengan stratifikasi suhu. Suhu yang tinggi terdapat pada kolam yang dangkal. Stratifikasi suhu berkaitan dengan tingkat pelarutan oksigen dan pelarutan berhubungan dengan kepadatan plankton Kepadatan plankton terkait dengan nilai kecerahan kolam tersebut dimana plankton merupakan penyebab terjadinya kekeruhan di samping pelumpuran (Cahyono, 2000).

Menurut Cholik. et al. (1986), ikan nila lebih cepat tumbuh besar dipelihara dalam kolam yang airnya dangkal dari pada di kolam yang keadaan airnya dalam. Kolam yang dangkal mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman air atau pakan alami ikan. Hal ini menunjukkan bahwa kolam pembenihan ikan nila ini sesuai menurut kedalaman kolam.

Pada pengukuran kedalaman didapatkan hasil yaitu antara 52 – 62 cm. Pengukuran dilakukan setiap jam selama  24 jam. Kedalaman maksimal terjadi pada pukul 04.00 WIB yaitu sekitar 62 cm dan kedalaman minimum terjadi pada pukul 23.00 WIB  yaitu sekitar 52 cm.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

 

5.1.  Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari Praktikum Limnologi adalah sebagai berikut:

1.   Hasil dari ketiga parameter yang saling berkaitan, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi, kita bisa mengetahui bahwa kondisi perairan pada kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) di PBIAT Ambarawa cukup baik.

2.  Pengelolaan kualitas air yang baik untuk kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) harus sesuai dengan nilai standar parameter fisika, kimia, dan biologi pada perairan tawar.

3.  Berdasarkan nilai dari hasil pengamatan parameter fisika, kimia, dan biologi, dapat dikatakan bahwa kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) tersebut cukup baik untuk kegiatan budidaya.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk praktikum Limnologi antara lain:

1.    Kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) sebaiknya memiliki filter yang baik pada inlet, agar bila ada limbah ataupun zat-zat pencemar dapat berkurang kadarnya pada kolam sehingga kelangsungan biota akan lebih baik.

2.    Kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) sebaiknya dipasang alat bantu untuk menambah kadar oksigen yaitu berupa aerator agar respirasi biota lebih baik.

3.  Masyarakat di sekitar kolam pemijahan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) Ambarawa, hendaknya lebih menjaga lingkungan sekitar karena faktor kebersihan juga menunjang kelangsungan hidup ikan-ikan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E, dan Liviawati. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan, Kanisius, Jakarta, 5-7 hlm.

 

Andrews, C., A. Exell and N. Carrington, 1988. The Manual of Fish Health. Salamnder Book. Tetra Press, Blacksburg. 72 p.

 

Boyd, C. E. 1995. Pengaturan Aerasi Tambak Udang. Dalam Majalah Primadona, Edisi November, Jakarta, 7-12 hlm.

 

_________. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Auburn University

Agriculture Experiment Nation, Auburn, 98 p.

Cahyono, B. 2000.  Budidaya Ikan di Air Tawar, Kanisius, Yogyakarta, 13-17 hlm.

 

Cholik, et al. 1986. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. UNFISH dan IDRC, Jakarta, 30 hlm.

 

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta, 46-50 hlm.

 

Ghufran M dan Baso Andi. 2005. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan, Rineka Cipta, Jakarta, 36-55 hlm.

 

Haslan, S.M. 1995. River Pollution and Ecology Perspective. John Wiley and Sons, Chicchester, UK. 253 p.

 

Hutabarat dan Evans. 2000. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia Press, Jakarta, 21-23 hlm.

 

Lesmana, D.S. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya,

Jakarta, 12-14 hlm.

 

Mackereth, F.J.H., Heron, J. and Talling, J.F. 1989. Water Analysis. Freshwater Biological Asscociation, Cumbria, UK, 1209 p.

 

Raymont. 1963. Plankton and Productivity in Ocean. Pergomon Press, Jakarta, 35-36 p.

 

Sachlan. 1992. Planktonologi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang, 17 hlm.

 

Sri, Rejeki. 2001. Pengantar Budidaya Perairan. Undip. Semarang, 75 hlm.

Susanto, H. 1986. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta, 67-71 hlm.

 

_________. 1991. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 25-26 hlm.

 

Zonneveld, N., E.A. Huisman dan J. H. Boon, 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 37 hlm.

 

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Desember 11, 2010 inci Uncategorized

 

Tinggalkan komentar